Halaman

Kamis, 11 November 2010

Putri Sedoro Putih (Kisah Rakyat Bengkulu)

Cerita ini berasal dari Suku Rejang. Dahulu di sebuah desa terpencil hidup tujuh orang bersaudara. Nasib mereka sungguh malang, mereka sudah menjadi yatim piatu semenjak si bungsu lahir. Tujuh bersaudara itu terdiri dari enam orang laki-laki dan seorang perempuan. Sibungsu itulah yang perempuan. Namanya Putri Sedoro Putih. Tujuh orang bersaudara itu hidup sebagai petani dengan menggarap sebidang tanah di tepi hutan. Sibungsu sangat disayangi keenam saudaranya itu. Mereka selalu memberikan perlindungan bagi keselamatan sibungsu dari segala macam marabahaya. Segala kebutuhan sibungsu mereka usahakan terpenuhi dengan sekuat tenaga.

Pada suatu malam,ketika Putri Sedoro Putih tidur, ia bermimpi aneh. Ia didatangi seorang laki-laki tua. "Putri Sedoro Putih, kau ini sesungguhnya nenek dari keenam saudaramu itu, ajalmu sudah dekat, karena itu bersiaplah engkau menghadapinya". "Saya segera mati?" tanya Putri Sedoro Putih dengan penuh penasaran. "Benar, dan dari pusaran kuburanmu, nanti akan tumbuh sebatang pohon yang belum pernah ada pada massa ini, pohon itu akan banyak memberi manfaat bagi umat manusia." Setelah memberi pesan demikian lelaki tua itu lenyap begitu saja. Sementara Putri Sedoro Putih langsung terbangun dari tidurnya. Ia duduk termangu memikirkan arti mimpinya.

Putri Sedoro Putih sangat terkesan akan mimpinya itu, sehingga setiap hari ia selalu terbayang akan kematiannya. Makan dan minum terlupakan olehnya. Hal ini mengakibatkan tubuhnya menjadi kurus dan pucat. Saudara sulung sebagai pengganti orang tuanya sangat memperhatikan Putri Sedoro Putih. Ia menanyakan apa sebab adiknya sampai bersedih hati seperti itu. Apakah ada penyakit yang di idapnya sehingga perlu segera di obati ? Jangan sampai terlambat diobati sebab akibatnya menjadi parah .

Dengan menangis tersedu-sedu Putri Sedoro Putih menceritakan semua mimpi yang dialamainya beberapa waktu yang lalu. Kata Putri Sedoro Putih, "Kalau cerita dalam mimpi itu benar, bahwa dari tubuhku akan tumbuh pohon yang mendatangkan kebahagiaan orang banyak, aku rela berkorban untuk itu." "Tidak adiku, jangan secepat itu kau tinggalkan kami. Kita akan hidup bersama, sampai kita memperoleh keturunan masing-masing sebagai penyambung generasi kita. Lupakanlah mimpi itu. Bukankah mimpi sebagai hiasan tidur bagi semua orang ?", kata si sulung menghibur adiknya.

Hari-hari berlalu tanpa terasa. Mimpi itu pun telah dilupakan. Putri Sedoro Putih telah kembali seperti semula, seorang gadis periang yang senang bekerja di huma. Hasil panenpun telah dihimpun sebagai bekal mereka selama semusim. Pada suatu malam, tanpa menderita sakit terlebih dahulu Putri Sedaro Putih meninggal dunia. Keesokan harinya, keenam saudaranya menjadi gempar dan meratapi adik kesayangannya itu. Mereka menguburkannya tidak jauh dari rumah kediaman mereka.

Seperti telah diceritakan oleh Putri Sedoro Putih. Di tengah pusaranya tumbuh sebatang pohon asing. Mereka belum permah melihat pohon seperti itu. Pohon itu mereka pelihara dengan penuh kasih sayang seperti merawat Putri Sedaro Putih. Pohon itu mereka beri nama Sedoro Putih

Disamping pohon itu, tumbuh pula pohon kayu kapung yang sama tingginya dengan pohon Sedoro Putih. Pohon itu pun dipelihara sebagai pohon pelindung. Lima tahun kemudian. Pohon Sedoro Putih mulai berbunga dan berbuah. Jika angin berhembus, dari dahan kayu kapung selalu memukul tangkai buah Sedoro Putih sehingga menjadi memar dan terjadilah peregangan. Sel-sel yang mempermudah air pohon Sedoro Putih mengalir ke arah buah.

Pada suatu hari, seorang saudara Sedoro Putih berziarah ke kuburan itu. Ia beristirahat melepaskan lelah sambil memperhatikan pohon kapung selalu memukul tangkai buah pohon Sedoro Putih ketika angin berhembus. Pada saat itu, datang seekor tupai menghampiri buah pohon Sedoro Putih dan menggigitnya sampai buah itu terlepas dari tangkainya. Dari tangkai buah yang terlepas itu, keluarlah cairan berwarna kuning jernih. Air itu dijilati tupai sepuas -puasnya. Kejadian itu diperhatikan saudara Sedaro Putih sampai tupai tadi pergi meninggalkan tempat itu.

Saudara sedaro putih mendekati pohon itu. Cairan yang menetes dari dari tangkai buah ditampungnya dengan telapak tangan lalu dijilat untuk mengetahui rasa air tangkai buah itu. Ternyata, air itu terasa sangat manis. Dengan muka berseri ia pulang menemui saudara-saudaranya. Semua peristiwa yang telah disaksikannya, diceritakan kepada saudara-saudaranya untuk dipelajari. Cerita itu sungguh menarik perhatian mereka. Lalu mereka pun sepakat untuk menyadap air tangkai buah pohon Sedoro Putih. Tangkai buah pohon itu dipotong dan airnya yang keluar dari bekas potongan ditampung dengan tabung dari seruas bambu yang disebut tikoa. Setelah satu malam, tikoa itu hampir penuh. Perolehan pertama itu mereka nikmati bersama sambil berbincang bagaimana cara memperbanyak ketika berziarah ke kubur putri Sedoro Putih.

Tikoa adalah tabung yang di buat dari seruas bambu.

Urutannya sebagai berikut. Pertama, menggoyang goyangkan tangkai buah pohon Sedoro Putih seperti dilakukan oleh angin. Lalu memukul tangkai buah itu dengan kayu kapung seperti yang terjadi ketika kayu kapung dihembus angin. Akhirnya, mereka memotong tangkai buah seperti dilakukan oleh tupai. Tabung bambu pun digantungkan disana.

Buah Sedoro Putih di kenal sebagai beluluk di tanah rejang

Ternyata, hasilnya sama dengan sadapan pertama. Perolehan mereka semakin hari semakin banyak karena beberapa tangkai buah yang tumbuh dari pohon Sedoro Putih sudah mendatangkan hasil. Akan tetapi, timbul suatu masalah bagi mereka, karena air sadapan itu akan masam jika disimpan terlalu lama. Lalu, mereka sepakat untuk membuat suatu percobaan dengan memasak air sadapan itu sampai kental. Air yang mengental itu didinginkan sampai keras membeku dan berwarna kekuningan.

Semenjak itu, pohon Sedaro Putih dijadikan sumber air sadapan yang manis. Pohon itu kini dikenal sebagai pohon enau atau pohon aren. Air yang keluar dari tangkai buah dinamakan nira, sedangkan air nira yang dimasak sampai mengental dan membeku disebut gula merah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sopan lebih baik bukan berarti ga sopan mungkin tidak baik tapi yang pasti buruknya... (bingung kan??) :P