Halaman

Rabu, 26 Januari 2011

Perjalanan...



Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah berkata dalam kitab Dzailu Thabaqatil Hanabilah, (I/196), tentang biografi Qadhi Abu Bakar Muhammad Al-Bazzaz Al-Anshari wafat pada tahun 535 H di Baghdad.

Mari kita mulai kisahnya sebagai :

Syaikh Shalih Abdul Qasim Al-Khazzaz Al-Baghdadi rahimahullah menuturkan : “Aku mendengar Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzaz Al-Anshari bercerita :

“Aku pernah tinggal di Mekkah –semoga Allah menjaga kota Mekkah-. Pada suatu hari, aku ditimpa kelaparan yang sangat. Aku tidak memiliki apapun untuk melawan rasa lapar. Aku menemukan sebuah kantong sutra yang terikat dengan tali dari kain sutra pula. Aku mengambilnya dan membawanya pulang ke rumah. Aku membuka nya dan ternyata isinya adalah sebuah kalung mutiara yang belum pernah aku lihat sebelumnya.”

[Syaikh Abu Bakar melanjutkan kisahnya] “Aku keluar, dan mendengar ada seseorang yang telah berusia lanjut mencari kalung itu. Ia (seorang laki-laki tua) membawa kantong berisi uang 500 dinar. Ia berkata : “Ini adalah hadiah bagi siapa saja yang mengembalikan kantong ku yang berisi mutiara.” Aku (Abu Bakar Muhammad) berkata didalam hatinya : “Aku sedang butuh (makanan) dan (sangat) lapar. Aku akan mengambil dinar tersebut dan memanfaatkan nya. Aku akan mengembalikan kantong berisi mutiara ini kepada nya.”

Aku berkata kepada nya : “Ikutlah bersama ku” Aku membawanya kerumahku. Ia menyampaikan kepada ku ciri – ciri kantong itu, tali pengikatnya dan mutiara yang berada didalamnya. Maka, aku mengeluarkan kantong (berisi mutiara itu) dan mengembalikan kepadanya. Ia menyerahkan 500 dinar kepada ku, tetapi aku tidak mau mengambilnya. Aku berkata : “Aku harus mengembalikan nya kepada mu, dan tidak akan mengambil upah” Ia (orang tua laki-laki itu) berkata kepada ku : “Kamu harus menerima nya” Ia terus mendesakku, tetapi aku tetap menolak (dinar) nya. Maka ia pun meninggalkan ku dan pergi.

Selanjutnya, aku pergi meninggalkan kota Mekkah. Aku (berlayar) mengarungi lautan. Tiba-tiba, perahu kami pecah, dan para penumpang nya tenggelam. Harta mereka musnah. Aku selamat dengan berpegang pada pecahan kayu perahu tersebut. Aku terombang ambing dilautan selama beberapa waktu, tanpa tahu kemana air akan membawa ku.

Aku terdampar disebuah pulau yang ada penduduknya. Aku singgah disebuah masjid. Orang-orang mendengarku membaca al-Quran. Semua orang yang tinggal dipulau tersebut mendatangiku dan berkata : “Ajarilah aku membaca al-Quran” Maka, aku pun mendapatkan banyak harta dari mereka.

Dimasjid itu aku melihat beberapa lembar kertas mushaf (al-Quran). Aku pun mengambil dan membacanya. Orang – orang bertanya kepada ku, “Anda bisa menulis..?” “Iya (bisa)” jawabku. Mereka berkata : “Ajari kami menulis..?”Maka mereka datang membawa anak – anak mereka, baik yang masih kecil maupun para pemudanya. Akupun mengajari mereka dan aku mendapatkan harta yang berlimpah.

Setelah itu, mereka berkata kepada ku : “Disini ada seorang anak perempuan yatim. Ia memiliki banyak harta dan kami ingin Anda menikahinya.” Aku menolaknya, namun mereka berkata : “Ini harus” Merengek terus memaksaku, dan akhirnya aku pun mengiyakan nya.

Ketika mereka membawa nya (yakni perempuan yatim itu) kepada ku, mata ku terbelalak melihatnya. Aku melihat sebuah kalung yang tergantung dilehernya. Aku terpaku memandanginya. Mereka berkata : “Wahai Syaikh, Anda telah mematahkan hati wanita yatim ini dengan pandangan mu kepada kalung itu. Mengapa Anda memandang nya seperti itu?” Akupun menceritakan kisah kalung mutiara yang pernah kutemukan dulu (di Mekkah) kepada mereka. Mereka kaget (terperanjat), sembari mengucapkan takbir dan tahlil, hingga terdengar oleh seluruh penduduk pulau. Aku bertanya : “Ada apa dengan kalian?” Mereka menjawab : “Wahai Syaikh, yang memiliki kalung itu adalah ayah wanita ini. Ia pernah mengatakan : “Aku belum pernah menemukan seorang Muslim sejati didunia ini, selain orang yang telah mengembalikan kalung (mutiara ini) ini kepada ku.” Lalu ia berdoa : “Ya Allah, kumpulkanlah ia dengan ku, sehingga aku dapat menikahkan nya dengan puteriku.” Dan sekarang hal itu telah terwujud.

[Syaikh menutup kisah nya] beliau berkata :

Aku tinggal di pulau itu, dan aku dikaruniai dua orang anak. Setelah isteri ku wafat, aku mewarisi kalung tersebut bersama kedua anak ku. Lalu, kedua anak ku pun wafat, sehingga kalung itu menjadi milik ku. Aku menjual nya seharga 100.000 Dinar. Harta yang kalian lihat bersama ku ini adalah sisa-sisa dari harta tersebut.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

sopan lebih baik bukan berarti ga sopan mungkin tidak baik tapi yang pasti buruknya... (bingung kan??) :P